Wiki Buku
Advertisement

Para pemberontak anah buah Chu Siang Yu sudah mulai bergerak dan mendesak sampai benteng Kota Raja. Pada saat itu matahari mulai terbenam, pihak pasukan pemerintah sudah terdesak sedemikian hebat dan akhirnya mereka meninggalkan teman-temannya yang tewas berlarian memasuki pintu gerbang yang segera mereka tutupdan pasukan anak panah menghujamkan anak panah dari atas tembok benteng. Tentu saja pertempuran otomatis berhenti dan pihak pemberontak pun menarik pasukannya agar mengepung tembok benteng. Pasukan pemberontak itu kemudian memperkuat kedudukannya dengan membuat perkemahan di kaki bukit dan agaknya masing-masing pihak hendak

menyimpan tenaga sambil mengatur siasat malam ini. Perkemahan itu demikian luas, kurang lebih terdapat seribu buah banyaknya, dan setiap kemah yang kecil mampu menampung duapuluh lima orang prajurit, belum yang besar. Kekuatan pemberontak ini memang tak kecil.

Di depan salah satu Kemah yang paling besar dan megah itu berdiri seorang lelaki yang amat gagah, berdiri dengan tegak, kedua tangannya bersidekap dan tidak bergerak seperti arca. Jubahnya panjang berwarna putih terbuat dari sutera halus, di pinggangnya tergantung sebatang pedang panjang, sepatunya mengkilap dan terlihat kuat, rambutnya digelung keatas dihiasi dengan semacam mahkota kecil. Wajahnya tampan dan agung, menunjukan bahwa pria ini adalah seorang bangsawan yang memiliki wibawa dan kharisma. Terlihat beberapa lima orang berpakaian baju jirah atau baju perang menghadap si jubah putih dan memberi hormat. "Ong ya, semua kuda dalam keadaan baik dan penjagaan disekeliling kemahpun terjaga kuat. tidak akan ada musuh yang dapat menyusup tanpa sepengetahuan kami". Si jubah putih mengangguk-angguk, "Bagus, akan tetapi berhati-hatilah, tingkatkan penjagaan dan jalankan semua sesuai dengan rencana jangan sampai terjadi kesalahan". Suaranya mantap dan berberwibawa. Lima orang itu segera menjura dan berlalu.

Si jubah putih itu bukan lain adalah pemimpin besar barisan ini, yaitu Chu Siang Yu yang terkenal itu. Semua perhitungan yang dilakukan Chu Siang Yu yang ahli dalam ilmu perang itu ternyata berjalan seperti yang digambarkan. Benteng kota raja diserbu. Pasukannya dibantu dengan pasukan asing dari utara dan barat yang besar jumlahnya. Dan akhirnya benteng itupun jatuh. Ketika Chu Siang Yu dan para pembantu pilihannya memasukiuntuk menduduki istana, mereka menemui perlawan yang gigih dari kaisar dan para pengawalnya. Kiranya kaisar itu amatlah lihai, bahkan jauh lebih lihai dari pengawalnya. Chu Siang Yu lalu memberi aba-aba dan

masuklah ratusan orang prajurit pilihan menyerbu istana. Perlawanan kaisar dan para pengikutnya akhirnya dapat dilumpuhkan dan Chu Siang Yu berhasil menguasai Istana. Dua orang pembesar yang menjadi biang keladi semua kekeruhan pemerintah, yaitu kepala thaikam bernama Chao Kao dan Perdana menteri Li Su yang korup, ditangkap dan diadili.

Banjir darah terjadi di kota raja, sejak dari pintu benteng sampai dalam istana. Tak terrhitung banyaknya manusia yang tewas,

menjadi korban perang yang amat ganas itu. Dan mereka yang berpesta pora yang meang perang berpesta pora diatas tanah yang masih berlumuran darah.

Akan tetapi, seperti biasa terjadi dalam perang. Para prajurit yang merasa menang dalam perang bertindak sewenang-wenang, dan berkeliaran diantara rumah penduduk, tak ada harta benda dan wanita-wanita yang lolos dari gangguan mereka. Terjadilah perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap mereka yang melawan. Terutama para prajurit asing dari utara yang menjadi sekutu yang memang ganas dan liar itu. Bukan hanya wanita-wanita penduduk saja yang menjadi sasaran. Juga keluarga pembesar, para dayang istana, para puteri yang cantik-cantik dijadikan pemuas nafsu.

Peristiwa mengganasnya pasukan asing itu terjadi di depan mata prajurit pribumi sendiri, dan bagaimanapun juga perasaan setia kawan sebangsa membuat para prajurit pribumi marah. Mulailah terjadi bentrokan-bentrokan antar prajurit pribumi melawan prajurit asing. Mula-mula memang bentrokan kecil masalah pribadi, disusul bentrokan kelompok kemudian menjadi bentrokan antar pasukan. Para pemimpin pasukan tidak berhasil melerai dan meredakan, bahkan mereka terseret-seret suasana. Pesta kemenangan berubah menjadi pesta pertempuran. Kembali kota raja dilanda pertempuran hebat yang megorbankan lebih banyak lagi jiwa manusia.

Dan dimulailah pertempuran secara terbuka antara pasukan asing dan pasukan pribumi. Terdengar teriakan-teriakan orang dan bunyi beradu senjata nyaring dan bergemuruh. Korban berjatuhan di kedua belah pihak disana-sini. Pada saat itu tiba-tiba saja terdengar lengkingan yang amat dasyat dan memekakan telinga, lengkingan yang seperti bukan keluar dari suara manusia, tak berapa lama kemudian sesosok tubuh manusia berperawakan tinggi melayang turun dari tembok istana dan mendarat di

tengah-tengah pertempuran yang sedang berlangsung. Dengan sikap beringas dan rambut yang beriapan, sepasang matanya merah mencorong mengandung penuh hawa membunuh. Sambil kaki dan tangan hanya memukul-mukul kedepan secara terbuka nampak hawa uap putih keluar dari

tangannya. akibatnya para prajurit yang terkena hawa pukulan itu melayang berterbangan seperti dihantam oleh angin badai. Tentu saja hal ini menimbulkan kegemparan dan para prajurit menjadi ngeri ketakutan. sosok manusia itu bukan lain adalah Liu Bu Eng yang sedari pagi tadi hilang kesadarannya seperti kerasukan setan yang harus melampiaskan nafsunya.

Melihat ini seorang perwira mongol bernama Matuli tampak maju kedepan, lalu dengan cepat menubruk kearah Bu Eng, menggunakan kedua lengannya yang panjang dan besar itu untuk mencengkram ke depan seperti gerakan seekor beruang menerkam. Namun Bu Eng tidak

menghiraukan semua itu, masih tetap memukul-mukul membabi buta. Belum sempat perwira mongol itu menyentuh Bu Eng, tiba-tiba terlembar jauh kebelakang seperti prajurit-prajurit lainnya yang berani mendekat.

Sekarang keadaan berbalik. Yang tadinya saling bertempur dan membunuh, sekarang bersatu dan mengepung pemuda yang mengerikan itu.

Satu persatu korban-korban berjatuhan, Chu Siang Yu yang meilhat kejadian ini sangat merugikan dirinya, karena prajuritnya banyaknya gugur, segera memberi perintah agar cepat membunuh pemuda tinggi itu. namun semua sia-sia saja tak seorangpun berani mendekat salam radius 10 meter. Bu Eng tetap mengamuk biarpun para pengeroyoknya sudah mengundurkan diri jauh kebelakang. Para perwira yang berkemampuan tinggi melihatnya dengan penuh takjub. Bahkan Chu Siang Yu pun yang merupakan orang yang berilmu tinggi juga memandang dengan mata

terbelalak, pemuda itu memang hebat bukan main, kaki dan tangan hanya memukul-mukul kedepan secara terbuka namun nampak kilatan hawa uap putih keluar dari tangannya. Tangan kanan itu meluncur kedepan. "Braaaakkk.....!" dan robohlah sebatang pohon besar berjarak puluhan meter. Kejadian ini terus berulang-ulang sampai bangunan istana yang terdekat hancur porak-poranda seperti habis di terjang badai.

"Bukan main.....! Itu .....Ilmu apa sebenarnya?!". Dengan pandangan mata kagum bercampur marah karena prajuritnya menjadi amburadul itu Chu Siang Yu berkata pada pengawal yang berada disisinya. "Sepertinya....mungkin.... Ilmu siluman ....". Yang ditanya masih ragu menjawab, tanpa melepaskan sedikitpun pandang matanya kedepan.

Hal ini terjadi cukup lama, tanpa seorang pun berani mendekat. Yang ada hanya serangan prajurit yang melepaskan panah dari jauh, itu pun tak mampu berbuat banyak. Tiba-tiba diluar gerbang istana terdengar suara tertawa keras. " Ha..ha..ha..ha..ha.. Wah, sudah banyak yang mati, aku datang terlambat, padahal aku ingin melihat perang saling bunuh dari awal. Sialan ! semuanya salah ayam bakar ini nih !". Sesosok kakek cebol dan gundul berpakaian serba putih tiba-tiba saja sudah berada di tengah arena ditangannya terlihat sedang memegang sepotong paha ayam bakar.

"Suaranya masih mendengung orangnya sudah tiba duluan, ginkang yang luar biasa!". Guman Chu Siang Yu "Apakah kau tahu siapa dia ?". Chu Siang Yu kembali bertanya pada pengawalnya. "Bila melihat ciri-cirinya dan ginkang itu bisa jadi dia adalah Si Hantu Gila". Jawab pengawal itu. "Dia kah si Hantu Gila?". "Besar kemungkinan memang dia, apakah Ong ya pernah mendengar namanya?". "Nama Si Hantu Gila sudah tersohor diantara kaum persilatan, mudah-mudahan saja dia tidak mencari perkara disini".

"Hei, wajahmu cukup tampan, meskipun tidak setampan aku, dan sepertinya kau keracunan".Tanpa diketahui kapan dia bergerak tiba-tiba

saja orang yang berjuluk Hantu Gila berdiri dihadapan Bu Eng sambil memajukan tangannya. Segera saja Bu Eng yang kesadarannya hilang itu memapak dengan pukulan terbuka.

"Desss !!!". Pertemuan dua tenaga ini seolah-olah menggetarkan udara dan akibatnya si Hantu Gila terlempar jauh keudara namun seperti terbang saja kembali melayang dan turun dengan perlahan. Sedangkan Bu Eng hanya terdorong beberapa langkah saja, namun karena sudah kelelahan tiba-tiba saja Bu Eng terduduk dan terkulai lemah.

"Hei... hei...hei... kenapa kau ?". si Hantu Gila kembali mendekat. Keadaan Bu Eng tidak seperti tadi yang beringas dan penuh hawa membunuh, kini sudah berangsur-angsur pulih, matanya pun tidak berwarna merah lagi. "Kau tidak apa-apa kan ?, apakah tangkisanku tadi terlalu keras.., hah.??? , tidak mungkin terlalu keras. Bukannya aku tadi yang terlempar kalah tenaga... ?" si Hantu gila membungkuk sambil mengambil ayam bakar yang tadi sempat terjatuh, dan terus menggigit ayam tersebut dengan rakusnya. "Kau Mau ?" tanyanya kembali. Ditanya begitu Bu Eng Yang masih belum sepenuhnya sadar itu hanya menggelengkan kepala. "Kalau begitu aku pergi dulu ya!". Tiba tiba si hantu gila sudah melesat keluar kepungan prajurit tanpa seorangpun mampu mencegah.

Para pengepung hanya bisa bengong melihat datang dan pergi bagaikan sulap dapat menghilang saja.

Setelah si Hantu Gila lenyap , Chu Siang Yu yang merasa gusar sekali itu segera memerintahkan membunuh pemuda tinggi itu yang sudah menjatuhkan hampir separuh kekuatan prajuritnya. "Bunuh pemuda iblis itu !!!". para prajurit segera menyerbu kembali dan yang menjadi sasarannya ialah Bu Eng. Mendengar teriakan para prajurit, Bu Eng yang hampir kesadarannya pulih tentu saja kaget dan mundur-mundur kebelakang, ternyata dibagian belakangpun sudah terkepung, para prajurit itu mendesak Bu Eng dari segala penjuru.

Melihat ini Hantu Gila berkelebat kesana kemari tahu-tahu dia sudah kembali mendekati Bu Eng. Caranya amat mengiriskan hati para pengeroyoknya karena tubuhya itu berloncatan atau lebih tepat lagi berterbangan melayang-layang diantara pundak dan kepala bahkan menginjak ujung senjata para pengeroyoknya. "Wah, bagaimana kau ini, apa kau tak bisa keluar dari kepungan para cecurut ini!. Pegang erat-erat tanganku dan ikuti gerakanku!" Tanpa banyak cakap lagi Hantu Gila segera memegang kedua tangan Bu Eng dan berdiri membelakanginya.

Maka mulailah pemuda itu menurutkan tenaga tarikan, betotan, maupun dorongan tangan kakek gila itu untuk mengatur langkah kekiri, kekanan, kedepan, kesamping, kadang-kadang meloncat rendah dan meloncat tinggi, cepat sekali gerakan-gerakan itu membuat dia terbebas dari serangan dan kepungan. Dia tidak tahu bahwa dia telah dibawa oleh kakek itu dengan gerakan ilmu Ban seng po lian koan Langkah Selaksa Bintang Berantai. langkah-langkah ini menurut garis-garis perbintangan penuh rahasia. Konon pencipta ilmu ini dulunya adalah seorang peramal sakti yang menguasai ilmu perbintangan dan dapat meramalkan masa depan sehingga seolah-olah langkah dan semua gerakannya itu selalu lebih dulu daripada datangnya hujan serangan.

"Alirkan tenaga di pusar melalui nadi ditulang belakang lalu hentakkan pada kedua kakimu". Hantu gila kemudian memberi arahan tentang pengaturan tenaga sinkang pada tubuh Bu Eng, karena melihat Bu Eng tidak mampu memperdayakan kekuatan sinkangnya.

Karena pada dasarnya Bu Eng memang cerdas atau bisa dikatakan jenius, karena dengan sedikit arahan saja, langsung bisa dipraktekannya dan berhasil dengan baik sekali. Hantu Gila yang melihat arahannya berhasil, kembali tertawa-tawa keras.

Chu Siang Yu yang merasa prajuritnya tak mampu berbuat banyak lagi, segera mencari akal. "Cong Ciangkun, apakah bisa kau bisa mencari cara agar Si Hantu Gila itu tak ikut campur lagi". "Ong ya, menurut hamba orang gila seperti dia harus digertak dengan omongan pula" Jawab pengawal yang dipanggil oleh Chu Siang Yu sebagai seorang ciangkun. "Bagaimana menurutmu?" "Kabarnya disetiap kemunculannya dia tak pernah membatu siapapun, katanya itu sudah menjadi sumpahnya sejak dulu". "Kalau begitu biar ku coba mengertaknya" Perlahan Chu Siang Yu maju kedapan barisan prajuritnya. Dengan suara lantang dia berseru "Hantu gila rupanya kau ingin jadi kura-kura yah, bukankah kau tak pernah membantu orang lain?"

Mendengar seruan ini Hantu Gila jadi terkejut dan serupa orang bingung, tiba-tiba saja meloncat keatas dan terbang meninggalkan Bu Eng seoreang diri, sambil berteriak-teriak "Aku bukan kura-kura....Aku bukan kura-kura...Aku bukan kura-kura!".

"Hmm ternyata si gundul cebol itu mudah dibodohi" Chu Siang Yu berguman senang karena siasatnya berhasil.

"Kakek cebol tunggu dulu....!" Teriak Bu Eng sambil mengejar si Hantu Gila dengan mengunakan ilmu Ban seng po lian koan yang baru

saja dipelajarinya dan sudah mulai terbiasa akan gerakan-gerakannya. Dengan mudah saja Bu Eng lolos dari kepungan para prajurit, lalu meninggalkan istana dan terus mengejar si Hantu gila.

Ratusan kilometer dalam sekejap sudah ditempuh, Ketika Si Hantu gila itu menoleh dilihatnya pemuda itu masih mengejarnya. Dia kaget sekali dengan cepat dia mengerahkan seluruh ginkangnya. Tubuhnya tiba-tiba melesat cepat sekali. "He... he... he... kau tak mungkin mampu lagi bisa mengejarku" Dan benar saja bayangan Bu Eng di belakangnya sudah tak tampak lagi.

Tentu saja tidak terkejar, bukannya tak mampu mengejar lagi setelah Bu Eng berhasil menguasai Ilmu Ginkang Ban seng po lian koan, namun pada saat itu, terjadi keanehan dan kejanggalan dalam tubuh Bu Eng, setelah energinya dikeluarkan secara maksimal untuk berlari cepat, hawa energi yang tadinya selaras mengeram dalam tubuh Bu Eng tiba-tiba saja bentrok dan meledak keluar tubuh Bu Eng.

Seketika itu juga Bu Eng seperti orang yang habis tersambar petir, untung saja Bu Eng adalah seorang pemuda yang mempunyai fisik sempurna, sehingga tidak menimbulkan luka yang cukup serius. Hanya saja dia seperti orang yang kelelahan. Hal yang terjadi ini tentu saja ada alasannya...

demonking

Pertempuran kembali berlangsung hebat dalam waktu yang cukup panjang, pasukan asing itu dapat dibasmi habis karena memang tentu saja jumlah mereka jauh kalah banyak dibandingkan dengan pasukan Chu Siang Yu. Walaupun demikian dalam gerakan pembasmian ini. Chu Siang Yu kehilangan banyak sekali prajurit sehingga tentu saja kekuatan barisannya menjadi jauh berkurang. Apalagi sisa pasukannya juga menjadi lelah kehabisan tenaga karena baru saja menyerbu kota, harus menghadapi pemuda iblis berilmu siluman juga disusul pula dengan pertempuran yang melelahkan melawan pasukan asing bekas sekutu mereka itu.

Semua peritiwa yang terjadi di kota raja itu tak pernah lepas dari pengamatan Liu Pang, yaitu Seorang pemimpin pemberontak yang berasal dari kaum rakyat biasa yang merupakan saingan dari Chu Siang Yu. Tentu saja Liu Pang gembira bukan main melihat perkembangan yang sama sekali tidak terduga itu dana amat menguntungkan pihaknya. maka diapun menahan diri.

Selagi pasukan-pasukan Chu Siang Yu kelelahan, tiba-tiba saja Liu Pang menggerakan pasukanya yang dalam keadaan segar, menyerbu pintu gerbang kota raja yang terjaga oleh pasukan-pasukan yang kelelahan. Kembali terjadi perang yang hebat. Kota raja menjadi

semakin porak poranda. Chu Siang Yu yang sedang mabuk kemenangan itu tentu saja kaget setengah mati . Cepat dia mengumpulkan para pembantunya untuk mengatur pertahanan. Akan tetapi, mana mungkin pasukannya yang sudah banyak berkurang jumlahnya dan kehabisan tenaga itu mampu menandingi kekuatan pasukan para pendekar, apalagi karena para penduduk segera menyambut, mendukung dan membantu pasukan Liu Pang ini sebagai pasukan pembebas rakyat.

Sebelum matahari condong ke barat, pasukan Chu Siang Yu hampir seluruhnya tersapu bersih, laporan demi laporan tentang kekalahan yang diderita pasukannya membuat Chu Siang Yu merasa benar-benar terpukul hancur batinnya. Sama sekali tak pernah disangkanya perjuangannya yang bertahun-tahun lamanya, yang mengorbankan biaya dan puluhan ribu pasukan itu kini setelah diambang keberhasilan yang gemilang, ternyata menghadapi kehancuran. Dan hanya menguasai kota raja dan istana dalam waktu beberapa hari saja.

Seluruh pengawal dan pasukan di istana segera menghadapi serbuan pasukan Liu Pang. Melihat betapa para pengawalnya sudah banyak yang tewas dan pasukan Liu Pang sudah memasuki istana, Chu Siang Yu menjadi semakin berduka.

Segeralah kedua pemimpin pemberontak itu berhadapan muka. "jangan bunuh dia! Tangkap hidup-hidup, karena aku mengagumi kegagahannya !". Liu Pang berseru kepada para pembantunya dan kini Chu Siang Yu telah terkepung. Chu Siang Yu maklum bahwa melawan terus memang tak mungkin lagi, dia tentu akan kewalahan dan akhirnya dapat ditangkap sebagai tawanan. "Seorang prajurit sejati lebih baik mati daripada hidup menjadi tawanan !". Teriaknya dan pedangnya berkelebat. Liu Pang dan para pembantunya terkejut akan tetapi tak sempat mencegah lagi. Tubuh Chu Siang Yu terguling dalam keadaan tak bernyawa lagi. Lehernya telah tergorok pedangnya sendiri. Liu Pang berdiri tertegun, lalu dia memesan pengawalnya untuk mengurus baik-baik jenazah Chu Siang Yu. "Serahkan jenazah dalam peti yang baik kepada keluarganya yang mungkin masih berada di istana." Namun di sebuah ruangan depan mereka menemukan isteri Chu Siang Yu dan duabelas orang dayang tergeletak tak bernyawa, melihat pisau belati ,menancap di dada masing-masing tahulah Liu Pang bahwa mereka itu semua membunuh diri mungkin setelah mendengar akan tewasnya Chu Siang Yu. Liu Pang makin terharu melihat peristiwa ini dan dia pun memsan agar jenazah isteri Chu Siang Yu itu dirawat sebagaiman mestinya.

Kemenangan gemilang itu tentu saja disambut dengan pesta lagi. Akan tetapi Liu Pang adalah seorang pemimpin yang baik dia tak mau mengulang kesalahan yang diperbuat Chu Siang Yu. Dia mengeluarkan peraturan keras dan melarang prajurit-prajuritnya untuk berbuat sewenang-wenang. Para pendekar yang membantunya bertugas melakukan pengawasan. Dia juga tak mabok kemenangan . Dibentuknya pasukan-pasukan baru yang bertugas mengadakan pembersihan terhadpa musuh yang masih berkeliaran dan memperbaiki kerusakan dan keamanan di kota raja. Rakyat merasa aman terlindungi sehingga mereka menyambut kemangan Liu Pang dengan gembira, yang dianggap sebagi kemenangan mereka sendiri pula, kemenangan yang baik terhadap yang jahat.

Karena itu, yang bergembira dan berada dalam keadaan berpesta pora bukan hanya Liu Pang dan pasukannya saja, melainkan seluruh penghuni kota raja. Pada keesokan harinya, dengan meriah Liu Pang dinobatkan sebagai kaisar baru secara resmi. Para pejabat tinggi yang rata-rata pandai dan jujur oleh Liu Pang dibebaskan dan diberi kedudukkan yang tinggi sesuai dengan kepandaian masing-masing.

Dengan dinobatkannya Liu Pang menjadi kaisar Han Kao Cu, maka berdirilah bangsa baru yang disebut Bangsa Han (Tahun 202 Sebelum Masehi) Kaisar Han Kao Cu segera membagi-bagi hadiah kepada para pembantunya. Mereka diberi kedudukan dan tanah dengan pangkat yang tinggi sesuai dengan kepandaian dan jasa mereka.

Templat:Keroyokkan

Advertisement